Piknik dadakan dan bertemu Kaysan, sang birdwatcher cilik
(2016)
Ide untuk piknik di Taman Kota Tebet sebenarnya sudah sempat hinggap di pikiran namun saya urungkan mengingat hari sebelumnya Abang sudah pergi seharian. Tak disangka, hanya selang beberapa menit pagi itu ia malah tiba-tiba berkata, “Ke Taman Tebet, yuk!”
Asyiik! Ini namanya rezeki dadakan!
Maka saya ngebut ngebilas gelas dan piring yang lagi dicuci. Tanpa mandi dulu, langsung beres-beres barang yang mau dibawa dan ngacir lah kami ke taman. Namun Taman Kota Tebet ternyata sangat ramai sehingga kami menepi ke taman di sebelahnya atau yang juga disebut Hutan Kota Tebet. Suasananya cukup ramai tapi masih lebih sepi (sedikit) dibanding taman kota. Ini tempat yang sama waktu saya ikut pengamatan hampir 2 tahun lalu saat A masih di dalam perut.
Niat saya tentu saja tetap sama: piknik sekalian cari burung! Maka sambil menyuapi A dengan lontong, sekalian lah saya sesekali celingukan ke atas pohon. Sesekali saya berjalan mondar-mandir dengan A yang selalu berusaha mengikuti emaknya. Padahal udah dibilang ikutin bapaknya aja, eh malah nggak mau. Kayanya sih dia awalnya penasaran saya mau ngapain. Tapi lama-kelamaan tahu juga kalau kami akan mengamati burung. Selama ini A memang saya perkenalkan dengan burung melalui buku-buku bacaan bertema burung.
Setelah mengisi perut dengan beberapa lontong dan kue yang dibeli di dekat pintu masuk, kami pun berkeliling menelusuri jogging track secara perlahan. Mungkin lebih efektif kalau pengamatan burungnya dilakukan dengan berjalan di rerumputan saja, karena khawatir tertabrak orang lain yang ramai jogging. Sayangnya beberapa titik tidak bisa dilalui karena ada selokan dan saya curiga A malah sengaja melipir-melipir jadilah kami harus bergantian memeganginya berjalan di area jogging track.
Burung yang saya temui hanya cucak kutilang yang sedang berebut makan rayap. Dua ekor itu kemudian bubar dan terbang karena A malah mendekati pohon tempat mereka makan. Ada juga sepertinya suara cabai jawa tapi saya nggak ketemu wujudnya.
Selesai memutari hutan kota kami pun jadi lapar lagi dan sebenarnya memang sudah mengincar kedai pisang dan roti bakar yang tadi sudah dilihat di depan taman kota. Tapi di pintu tempat kami keluar dari hutan kota tersebut rupanya juga terdapat tempat makan dengan spanduk bergambarkan nasi kuning. Saya tergoda dan kami pun menyeberangi jalan menuju tempat tersebut.
Selain kami tidak ada lagi pengunjung yang datang maka A pun bebas berlari-lari. Tapi begitu baru beberapa menit kami memesan makanan, ada dua orang lagi yang datang. Seorang bapak dan anaknya. Saya melongo memandangi anak yang datang itu. Lho, ini mah Kaysan!
Langsung saja saya panggil. Si anak malah cuma cengar-cengir, kayanya sih lupa sama sayah hehe. Ternyata Kaysan juga habis pengamatan di hutan kota tapi kami tidak bertemu. Mungkin saya jalan ke utara, Kaysan ke selatan. Serupa seperti saya hari itu ia juga nggak dapat foto burung. Sepi rupanya.
“Dapetnya foto kucing.” Katanya sambil memperlihatkan pada A.
Berbeda seperti waktu bertemu saat PPBI di Bandung tempo dulu yang hanya senyam-senyum malu, kali ini Kaysan mau mengobrol dan bertanya pada saya. “Kakak ikut ke Merapi sama Lombok nanti?”
Saya nyengir sambil jawab, “Merapi sih sudah pasti tidak ikut. Tapi kalau Lombok masih menunggu izin.” (saya menjawab sambil nyengir ke Abang gitu).
“Terakhir pengamatan kapan, Kak?”
“Haha kayanya waktu hamil dia nih.” jawab saya sambil nunjuk A. “Waktu di Bandung kan aku nggak ikut masuk ke hutan.”
“Emang kenapa?” Tanya Kaysan lagi.
“Anaknya tidur, terus aku lapar. Jadi malah belok ke warung.”
Kaysan cuma ketawa dengar cerita saya.
Ia lalu memperlihatkan burung-burung yang didapatnya saat pengamatan minggu sebelumnya di Monas bersama Mas Imam. A ikutan melongok-melongok ke kamera. Makanan kami kemudian datang dan Kaysan kembali ke mejanya untuk makan bersama ayahnya.
Maka, meski hari itu saya hanya dapat burung kutilang tapi senang sekali bisa tanpa sengaja ketemu Kaysan yang penuh inspirasi. Semoga kapan-kapan bisa pengamatan bareng lagi ya!
Sekilas tentang Kaysan:
Saya bertemu dengannya pertama kali saat pengamatan di hutan mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke tahun 2009. Saat itu ia bersama ibunya belajar mengamati burung. Dan saat itu usianya adalah 4 tahun. Saya waktu itu nggak ngeh bahwa bertahun-tahun kemudian kami akan bertemu lagi, pengamatan burung bersama di Taman Kota Tebet dengan jumlah spesies burung yang sudah ia hafal jauh lebih banyak dibanding kemampuan saya yang nggak maju-maju.
Kaysan sekarang menempuh pendidikan homeschooling dan menaruh minat besar pada birdwatching. Ia sudah berkunjung ke berbagai daerah untuk mengamati burung. Kamera dan akomodasi perjalanan setahu saya diperolehnya dengan usaha sendiri, misalnya dengan berjualan makanan atau mencetak kartu-kartu bergambarkan burung hasil jepretannya. Catatan perjalanan dan daftar burung yang ia temui dituliskan dalam blog pribadinya di sini.
Kaysan juga menjadi pembicara termuda saat Konferensi Peneliti dan Pemerhati Burung di Indonesia di Universitas Atmajaya, Jogjakarta pada Februari 2016 lalu. Bulan Mei lalu pernah diwawancara Metro Tivi dalam rangka Hari Pendidikan Nasional dan liputannya bisa dilihat di sini.