Tuesday Feb 11, 2025

Menginap di Villa Cisarua (burung #42)

Pada awal Januari tahun 2018, keluarga besar kami mengadakan acara menginap di sebuah villa di daerah Cisarua, Jawa Barat. Villa tersebut memiliki kamar-kamar yang jumlahnya lebih dari 5 dan terdapat halaman di bagian belakangnya dengan ruang terbuka yang sangaaat luas. Di bagian depan kita bisa menjumpai kolam renang ukuran anak-anak hingga dewasa beserta ruang bilas. Ada juga lapangan kecil untuk bermain badminton.

Bangunan villa sangat besar dan cocok untuk acara keluarga. Kekurangannya hanya satu, yaitu kamar mandinya masih kurang bersih. Jika saja kamar mandi ditata lebih bersih lantainya mungkin villa ini akan menjadi sangat bagus sekali.

Selama 3 hari 2 malam, inilah yang kami lakukan selama di sana:

1. Piknik di rumput

Dengan halaman yang sangat  luas maka menggoda kami untuk menggelar alas piknik dan juga menggantungkan hammock. Jika tidak ada kabut kami bisa memandangi puncak gunung Gede dan Pangrango sekaligus.

Hammock Abang pun menjadi incaran para sepupu, mereka selalu berebutan dan mengantri setiap hendak naik. Sekali waktu, saya lihat hammock kosong. Langsung lah saya lari duluan ke hammock karena dari ujung halaman  ada sepupu juga yang ngincar hammock kosong. Ampon deh ya, udah emak-emak masih lelarian berebutan 😂.

2. Mengamati orang-orang yang melakukan olahraga paralayang di Bukit Paralayang.

Dari kejauhan kami bisa memerhatikan mereka yang hendak terjun dari bukit, pada saat inilah angin dan cuaca dirasa sangat  bagus untuk terbang. Sehingga memudahkan saya juga untuk kegiatan no. 3:

3. Mengamati elang

Selama tiga hari saya berharap bertemu elang yang sedang soaring, namun sayang saat itu saya sama sekali tidak melihat elang apapun. Pada akhirnya saya baru menjumpai elang saat perjalanan turun dari Cisarua ke Jakarta.

4. Menghabiskan perbekalan

Tentu berbeda dengan jika hanya kami bertiga yang pergi, jika bersama keluarga besar, perbekalan melimpah ruah. Tentunya mungkin juga karena faktor transportasi. Kalau kami kemping kan juga harus memikirkan barang bawaan karena naik bus atau kereta, sementara dengan ini berarti semua tinggal diangkut dan masukan ke  dalam mobil. Entah berapa bongkah roti tawar dan bungkus mie yang sudah kami habiskan.

5. Berenang

Para anggota keluarga pun menceburkan diri ke kolam renang. Semua, kecuali saya hehe. Paling ogah kalau berenang di tempat dingin. A pun hanya tahan bermain sebentar saja, sesudahnya menggigil dan meminta mandi. Sementara saya hanya piknik saja lagi di depan kolam renang sambil tetap mengawasi apakah ada elang yang lewat.

6. Mengamati keanekaragaman hayati di halaman

Selain berharap bisa mengamati elang, saya juga mendapat kesempatan untuk mengamati biodiversitas di halaman, meski ada beberapa cuitan burung yang tidak bisa saya identifikasi dan tak terlihat sosoknya. Suatu pagi, akhirnya saya berhasil juga memotret burung yang menjadi nomor urut #42 dalam daftar pengamatan alias life-list saya. Yaitu burung:

#42. Cabai Jawa

Scarlet-headed Flowerpecker

Dicaeum trochileum (Sparrman, 1789)

Burung ini sering banget terdengar di halaman belakang rumah, namun gerakannya super gesit dan saya belum pernah mengabadikannya, bahkan belum melihat sosoknya dengan sangat jelas dan bukan hanya sekilas. Pada akhirnya saya malah berhasil menjepretnya di tempat yang jauh dari rumah hehe.

Burung selanjutnya yaitu layang-layang batu. Burung ini sudah tercatat sebelumnya dalam life-list.

Pacific Swallow
Hirundo tahitica (Gmelin, 1789)

Burung ini sering terlihat dekat aliran air dan hidup di tempat hingga ketinggian 1500 m. Ia membangun sarang dari campuran lumpur, sering sekali terlihat hilir mudik terbang.

Sambil mengamati burung kami juga beberapa kali menjumpai luwak yang hilir mudik di antara rumput dan semak. Jumlahnya ada dua ekor. Mereka terkadang terlihat berjalan mengendap-ngendap di antara semak belukar. Ini menjawab pertanyaan kami di hari sebelumnya mengenai banyaknya kotoran hewan yang bertebaran di rerumputan dekat kolam.

Selain mengamati burung, saya juga menjumpai kupu-kupu. Namun meski rerumputan sangat lapang, kupu-kupu yang dijumpai rupanya tidak banyak.

Kupu-kupu Common three-ring (Ypthima pandocus) ini sering terlihat berdua-dua menghisap nektar di bunga wedelia alias trailing daisy (Sphagneticola trilobata) yang tumbuh di halaman.

Ada pohon pace alias mengkudu di belakang yang juga ramai dihinggapi kupu-kupu.

Di hari sebelum pulang, saya, A, dan sepupu sempat menghabiskan waktu di dekat kolam pada pagi hari. Saat itulah terlihat sosok biru kecil secara tiba-tiba hinggap di sebuah ranting. Raja udang! Pekik saya. Karena terlalu kaget dan bergembira si burung pun ngibrit sebelum sempat saya foto.

Please, comebaaaaack! Saya pun hanya bisa menyesali kegaduhan yang ditimbulkan heu.

7. Trekking ke Gunung Mas

Melewati jalur setapak di belakang villa kita juga bisa menyusuri jalur semak belukar menuju Gunung Mas, namun tembusnya nanti di kandang kuda hehe. Dijamin alas kaki semuanya wajib dicuci sesudahnya. Dalam perjalanan menuju Gunung Mas, saya juga berharap menemukan burung-burung. Sayang, hanya suaranya saja. Sosoknya tidak terlihat.

Saat trekking itu kami menjumpai beberapa tumbuhan yang tumbuh subur dekat aliran air yang sesekali mengalir di antara jalan setapak. Di antaranya yaitu tumbuhan putri malu, pacar air, wedelia, ipomoea, dan serupa dandelion.

Kalau tidak salah ini sejenis pacar air, impatiens spesies Impatiens walleriana. Nama Inggrisnya disebut Busy Lizzie. CMIIW ya.

Awalnya saya mengira bunga yang selanjutnya ini adalah tumbuhan tapak kuda. Sebuah kesalahan fatal, karena tapak kuda biasanya ada di tepi pantai. Sementara yang ini tumbuh di perbukitan dekat aliran air.

Setelah mencari lagi, kemungkinan ini adalah Ipomoea fistulosa atau Ipomoea carnea. Ciri khasnya memang sama yaitu tumbuh dekat sungai, pematang sawah, maupun aliran air dan terkena sinar matahari.

Nama lokalnya adalah krangkungan, krangkong, kangkung pagar. Ada juga yang menyebutnya Lung Londo. Nama inggrisnya Bush Morning Glory.

Selanjutnya yang ini berdasarkan pencarian, ini adalah ketumbar Bolivia sintrong alias redflower ragleaf dengan nama latin Crassocephalum crepidioides

Selanjutnya ini yang paling umum dan mudah ditemui, yaitu bunga wedelia.

Dalam trekking ini juga timbul beberapa pertanyaan dari sepupu tentang nama tumbuhan ini dan itu, di sinilah muncul juga sebuah masalah yaitu bahwa pengetahuan kami semua tentang tumbuhan di negeri ini yang sangat banyak jumlahnya, sangatlah terbatas. Dan jadi PR besar bagi kami semua tentunya untuk mengajak generasi selanjutnya perduli pada lingkungan, khususnya di negeri sendiri.

Apalagi ketika salah satu sepupu menebak puncak gunung yang terlihat di depan kami. Ia bertanya; “Itu gunung Merapi?”

Alamaaaaaak! Ini kan di Cisarua!

Yulia

Pengamat tumbuhan, burung, dan kupu-kupu amatir, ibu dua anak, penulis, pustakawan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to Top