Thursday Nov 07, 2024

Trekking ke Leuwi Pangaduan, Sentul, Bogor

Liburan singkat kami di Bogor sejak awal memang minim rencana. Saya selaku pihak yang diajak ya tentu tidak bisa seenaknya mengatur itinerary mau ke mana saja. Saya hanya menjawab saat diminta saran oleh kakak saya selaku promotor liburan. Saat hari kedua, tujuan kami esok hari masih belum jelas mau ke mana. Di hari pertama, kakak sempat menolak mentah-mentah tujuan ke curug karena khawatir ini bukan waktu yang baik untuk anak-anak main air alias takut pilek. Namun di hari kedua kekhawatiran itu mulai buyar karena bingung mau ke mana lagi hahaha. Akhirnya kakak memutuskan bahwa liburan hari ketiga kami akan pergi ke curug saja.

Dan bahkan di hari ketiga pagi hari, tujuan masih berganti-ganti mulai dari Curug Bidadari, Leuwi Hejo, hingga akhirnya saya kilat googling di google review ada lokasi bernama Leuwi Pangaduan di Sentul juga. Saya berikan saja ke kakak dan akhirnya ia menjawab, “Oke, ke sini aja.”

Saat itu kami menyewa mini bus Blue Bird, bapak supir tertawa menanggapi bahwa tujuannya berubah lagi untuk ketiga kalinya. Syukurlah si bapak supir mah asik-asik aje. Mulailah kami menuju ke sana berpanduan google map. Di jalur yang semakin sempit di antara rumah-rumah warga, kami jadi ragu, benarkah ini jalurnya?

Lalu klakson dari sebuah motor pun lewat dan ternyata itu dari pemuda setempat yang menawarkan menjadi pemandu bus kami mengingat jalan yang sempit dan kemungkinan berpapasan dengan mobil lain dari arah berlawanan. Kami akhirnya menggunakan jasa pemuda setempat tersebut karena tidak ada pilihan lain lagi.

Ternyata jalanan memang semakin mengecil meski masih muat untuk mini bus. Setiap mobil yang berpapasan di-stop dulu agar bisa lewat bergantian. Hingga akhirnya kami berhenti di area yang menjadi tempat parkir. Di sana sudah ada beberapa mobil lain yang parkir di bawah pohon.

“Sepertinya kita lewat jalan yang salah. Karena dari penelusuran di google yang tadi dibaca, foto area parkirnya lebar dan jelas-jelas bukan yang ini.” kata saya.

Pemuda setempat yang berboncengan tadi lantas pergi setelah kami membayarnya. Di sana kami bertemu lagi dengan tiga orang yang rupanya juga menjadi pemandu. Mereka menawarkan memandu kami hingga ke area lokasi wisata, namun karena jaraknya cukup mudah mereka juga mempersilakan jika kami ingin menempuh jalur saja tanpa pemandu. Kecuali kami ingin pergi ke Curug yang lokasinya cukup jauh lagi.

Karena kami nggak tahu jalannya ya udah kami sampaikan pada mereka untuk memandu jalur. Kami pun melewati jalan kecil yang sisi kiri dan kanannya dipenuhi dengan tumbuhan-tumbuhan liar. Setelah itu kami melewati pematang sawah dengan hamparan padi yang masih hijau. Kami juga melewati jembatan yang aliran airnya terlihat jernih.

Kami terus menyusuri jalan setapak dan lama kelamaan bertemu anak sungai yang semakin lama semakin lebar sisinya. Anak sungai tersebut berbatu-batu dan tinggi airnya hanya sebatas mata kaki saya. Namun di beberapa titik permukaan anak sungai tersebut miring dan tinggi airnya bisa mencapai betis saya.

Anak-anak langsung sumringah sejak pertama bertemu anak sungai. Mereka melepas alas kaki dan langsung bermain air. Kami rupanya sudah sampai di area wisata Leuwi Pangaduan. Kami mengucapkan terima kasih kepada pemandu yang sudah menunjukkan jalan pada kami dan menyempatkan diri untuk menyimpan nomor wa pemandu. Sepanjang jalan Kang Nisbah, salah satu dari 3 pemandu tersebut selalu menawarkan untuk mengambil gambar kami via ponsel dan mungkin karena sudah terbiasa memandu sehingga hasil foto yang dihasilkan pun cukup baik dengan pemandangan yang juga bagus. Seenggaknya tidak miring-miring, blur atau pemandangannya nggak keliatan, misalnya.

Leuwi Pangaduan rupanya semacam area bermain air yang memang terletak di tepi anak sungai. Sehingga pengunjung juga bebas apakah mau bermain air di area air yang sudah dibentuk (tidak alami) ataupun bermain air di anak sungai seperti kami. Di lokasi wisata tersebut terdapat kantin yang menyediakan makanan seperti nasi, ayam bakar, ayam goreng, hingga mie rebus. Makanan bisa dipesan dan diantar ke setiap saung yang tersedia. Bahkan meski letaknya di seberang anak sungai, pramusaji akan bersedia mengantar menyeberangi anak sungai dengan membawa nampan berisi ayam bakar.

Saya menyusuri anak sungai yang berbatu kecil hingga besar itu. Airnya yang dingin membasahi kaki saya hingga mata kaki dan terkadang di titik yang dalam bisa sampai ke betis. Di ujung anak sungai ini terdapat kincir air yang sudah tidak menyala dan pertemuan dengan anak sungai lain lagi. Namun kondisi anak sungai yang satunya lebih keruh dan cokelat.

Saya duduk di batu besar dan mengamati air terjun yang terlihat sangat kecil dari kejauhan. Posisinya sangat tinggi dan terpencil. Saya lupa namanya apa dan butuh waktu kurang lebih 2 jam untuk bisa sampai di curug tersebut menurut Kang Nisbah.

Semakin lama langit berubah menjadi mendung. Lalu turun gerimis dan lama kelamaan menjadi hujan. Anak-anak langsung menyingkir ke saung yang sudah kami tempati. Mereka memaksa agar kembali ke anak sungai namun tidak kami izinkan karena hujan turun semakin deras. Bahkan kemudian lambat laun debit ketinggian anak sungai semakin naik. Warnanya pun seketika berubah menjadi cokelat dan sangat keruh.

Kami cukup waswas juga karena saung yang kami tempati berada dekat sekali dengan tepi sungai. Saya teringat video banjir bandang yang menyapu sekian orang yang bermain air di curug di sebuah daerah di Filipina. Duh, Naudzubillahimindzalik. Pikir saya. Berkali-kali kami pun mengamati anak sungai yang memang semakin tinggi saja debit airnya. Bahkan batu besar tempat tadi saya duduk sudah tak terlihat lagi. Kincir air di ujung anak sungai pun sudah hampir tak terlihat. Berarti anak sungai di hadapan kami ini sudah semakin dalam dan deras sekali arusnya. Di seberang anak sungai hanya terdapat dua saung saja yang ditempati beberapa keluarga. Mereka asyik saja tetap makan dan santai meski lokasi saung tersebut letaknya lebih dekat ke anak sungai daripada saung yang kami tempati. Lalu di dekat saung tersebut terdapat dua perempuan yang hendak menyeberang namun belum sampai ke tengah ia sudah takut terbawa banjir. Akhirnya dua orang bapak sukarela membantu memegangi orang-orang yang hendak menyeberang.

Melalui corong toa, petugas pun berulang kali mengingatkan pengunjung agar tidak ada lagi anak-anak dan siapa saja yang masih bermain-main di anak sungai karena arusnya sudah demikian derasnya.

Kami yang berada di saung pun sudah tidak bisa ke mana-mana saat hujan turun semakin deras. berulang kali anak-anak meminta main air lagi tapi berulang kali pula kami ingatkan bahayanya. Akhirnya ketika hujan mengecil, kami memutuskan untuk beranjak dari saung dan mencari kantin juga mushola. Rupanya area wisata ini memang sangat luas dan kami bahkan sampai lupa bahwa kami memilih tempat ini karena banyak tempat bermainnya. Karena hujan kami sampai lupa dengan flying fox dan wahana lain yang ada di tempat tersebut. Tapi ya sudahlah toh anak-anak juga sudah puas bermain air.

Kami memesan banyak sekali mie rebus dan karena celana saya basah kuyup dan tak ada celana panjang lain, maka saya pun membeli celana panjang ala ibu warung. Harganya masih cukup masuk akal alias Rp 40.000. Mie rebus dan teh manis pun juga masih dipatok harga yang sangat wajar.

Karena arus anak sungai masih deras dan tidak mungkin kami menyeberangi anak sungai tersebut, maka kami menelepon Kang Nisbah dan meminta jalur lain agar bisa kembali ke tempat mobil kami parkir. Kami pun melewati wahana lain yang ditawarkan lokasi tersebut. Rupanya yang tadi saat berangkat kami lewati itu adalah jalan pintas. Dari jalan yang sekarang kami tempuh, kami melewati jembatan yang di bawahnya mengalir sungai dengan arus sangat deras dan berwarna sangat keruh.

Jalan yang kami lewati tersebut melewati rumah-rumah warga dan akhirnya kami sampai di tempat parkir. Ternyata menurut pemandu, jalur yang sebenarnya lebih aman untuk kendaraan roda 4 menuju Leuwi Pangaduan adalah jalur yang masuk lewat Perumahan Sentul. Sementara jika mencari via google maps maka yang akan ditemui adalah jalur sempit yang kami lewati saat berangkat menuju Leuwi Pangaduan.

Dari cerita pemandu, rupanya masih banyak curug di Sentul yang saat ini baru diketahui oleh masyarakat umum. Dan wisata trekking menuju curug saat ini semakin digemari oleh masyarakat. Ok, mungkin lain kali saya akan menamatkan curug yang ada di Sentul terlebih dulu.

Yulia

Pengamat tumbuhan, burung, dan kupu-kupu amatir, ibu dua anak, penulis, pustakawan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to Top