Sarang burung di pohon jati
2015,
Entah siapa yang menanam, tapi yang jelas sewaktu kepindahan kami ke rumah itu sekitar 16 tahun lalu pohon jati tersebut belum ada.
Pertumbuhannya cepat sekali. Karena seingat saya setiap dahannya baru dipangkas, tak lama kemudian tunas-tunas baru akan segera bermunculan. Menjadi awal kehidupan. Menjadi habitat para hewan.
Termasuk juga burung-burung yang hinggap dan membangun sarang di sana. Pernah kami menemukan sarang di rumput. Sepertinya terjatuh dari pohon saat baru selesai (atau belum selesai?) dibuat.
Selain terbuat dari jerami dan ranting kecil, juga terdapat benang serta tali di sarang tersebut.
Ada berbagai jenis burung yang biasa hinggap di pohon jati kami. Dari yang saya tahu adalah burung cabai jawa, burung gereja, dan burung kutilang. Yang disebut belakangan ini paling banyak jumlahnya.
Minggu lalu saat sedang menemani dede tidur di kamar, saya menyadari satu hal: ramai sekali suara burung di luar. Dari suaranya itu pasti kutilang. Saat itu ingin rasanya langsung ngabur dan mengamati di luar tapi pergerakan terbatas karena memangku dede saat itu membuat saya tidak bisa membuat gerakan tiba-tiba.
Cukup lama burung-burung tersebut berkicau dengan sangat riuh hingga kemudian kembali sepi. Sesekali hanya suara cabai jawa. Kemudian saya jadi ingat kejadian saat kami menemukan sarang burung di belakang rumah.
Satu tahun lalu saat kira-kira kandungan saya baru masuk 3 bulan. Ayah meminta bantuan dua orang pekerja untuk memangkas dua pohpn jati di belakang rumah. Bukan ditebang tapi dirampingkan dan dipangkas sisi-sisi daun dan batangnya agar tidak banyak sampah bertebaran dan sinar matahari lebih banyak lagi menimpa jemuran yang selama ini berada di bawah naungan keteduhan pohon.
Setelah pekerjaan memangkas selesai saya dengar ribut-ribut. Yaitu ada anak burung di pohon. Benar saja, rupanya pekerja kebun menemukan sarang berisi dua ekor anak burung kutilang. Waduh..
Saya pesan pada ayah supaya anak burung tersebut jangan dibawa. Dan begitu pekerja kebun menyelesaikan kerjaannya, untuk pertama kalinya saya melihat dua ekor anak burung dari dekat.
Ya, sebagai pengamat burung amatiran baru kali ini saya melihatnya. Telur burung yang sudah pecah dan menetas sih sudah pernah lihat waktu di Pulau Rambut, tapi kalau anak burung yang ciap-ciap baru kali ini.
Duh, kasihan. Bagaimana nanti dia makannya? Saya memandang tinggi ke pucuk ranting yang kini tak berdaun. Pasti induknya yang sedang mencari makan nanti kebingungan ketika pulang.
Saya mengamankan mereka dari kucing dan memberi makan dua anak burung dengan pepaya. Mereka membuka tutup paruhnya dan berciap-ciap. Entah lapar entah mencari sang induk. Cuilan kecil pepaya disambar dengan lahap. Saya lalu bertanya pada kawan pengamat burung dan searching mengenai kasus sarang burung tidak pada tempatnya.
Dari dua hal tersebut, saya nyaris tidak menemukan solusi. Yaitu bahwa sebisa mungkin jika melihat sarang burung ya tidak diapa-apakan karena timbul sederet masalah sesudahnya.
Sarang burung yang jatuh dari pohon mungkin bisa saja dikembalikan jika lokasinya kita tahu dan tidak membahayakan, namun dalam kasus saya sarang burung ini mau dikembalikan ke mana?
Pertama: ranting dan batang sudah habis dipangkas sementara induk burung membuat sarang di tempat tersembunyi, tertutup rimbun dedaunan, dan tidak mudah terlihat untuk menghindari serangan predator.
Kedua: induknya yang mana? Saya pikir bisa saja mencari induk burung yang terlihat kebingungan di pohon. Nyatanya mencari burung yang wajahnya bingung nggak jauh beda kaya nyari handphone ibu yang diumpetin Daffa sampe 1.5 bulan lamanya. Sama-sama susah!
Jadilah solusi satu-satunya adalah bagaimana supaya dua anak burung itu survive. Sayangnya sore hari satu ekor anak burung mati. Esok harinya pun turun hujan sehingga saya memindahkan anak burung yang masih hidup ke dalam rumah supaya lebih hangat.
Tapi inilah alasan kenapa sebaik-baiknya adalah membiarkan anak burung tetap bersama induknya di sarang. Yaitu karena nyaris kecil sekali kemungkinan untuk survive tanpa induk. Dan di hari ke-3 anak burung pun mati. Hiks…
Situs Audubon Portland bilang bahwa; “…..removing young birds from the wild usually reduces their chance for survival..”
Ini pun jadi pelajaran bagi saya khususnya. Semoga jika ada tebang menebang lagi saya bisa meyakinkan ayah dan yang lain untuk memeriksa dulu apakah ada sarang berisi anak burung atau tidak.
Segera, sesudah itu daun-daun di pohon jati pun kembali tumbuh dan burung-burung kembali ramai di pohon.
Catatan:
Keterangan mengenai penemuan anak burung bisa dibaca di sini.