Kembali ke Jatimulyo dalam rangka rally foto (lagi)
Doa sejak pertengahan tahun yang saya ucapkan bahwa ingin ke Jogja lagi rupanya diijabah pada bulan Desember. Baik dari segi waktu dan terutama paling penting adalah segi biaya. Sama seperti tahun sebelumnya, kali ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan KulonProgo, Jawa Tengah juga melaksanakan lomba foto konservasi di Desa Jatimulyo bekerja sama dengan KTH Wanapaksi atau Kelompok Tani Hutan yang ada di desa tersebut. Desa Jatimulyo merupakan desa wisata yang kini dikenal sebagai desa ramah burung karena beragamnya burung-burung hutan liar yang ada di sana dan siapapun bebas untuk datang dan mengamati burung di sana tanpa merusak lingkungan yang ada. Rally foto bertema konservasi ini bertujuan untuk mengundang lebih banyak lagi masyarakat umum, fotografer, mahasiswa, dan siapa saja untuk mengenal lebih dekat Desa Jatimulyo baik dari segi pelestarian lingkungannya, bentang alamnya, hingga keseniannya.
Baca juga: Berkunjung ke Desa Jatimulyo pada 2022
Jika pada tahun sebelumnya digelar pada bulan Oktober 2022, kali ini acara digelar pada bulan Desember 2023, menjelang penghujung tahun dan satu minggu menjelang liburan panjang. Saya menyampaikan pada anak-anak mengenai perihal lomba foto ini dan juga kepada orangtua untuk menitipkan anak-anak beberapa hari. Ketika semua izin sudah didapat, tiket pun sudah dibeli, berangkatlah saya ke Jogja dengan kereta Fajar Utama Solo yang berangkat dari Stasiun Pasar Senen pada hari Kamis 14 Desember 2023.
Suasana kereta cukup penuh pada saat itu. Jika pada tahun sebelumnya satu gerbong hanya diisi oleh beberapa orang saja dan bahkan tidak ada yang duduk di depan dan sebelah saya, kini semua bangku hampir terisi penuh.
Kereta dengan lancarnya meluncur menuju Jogjakarta, mewujudkan doa yang diijabah sejak bulan-bulan sebelumnya, membawa suasana hati yang sangat cerah sama seperti cuaca di langit luar kereta. Perasaan waswas yang terkadang sesekali muncul di setiap perjalanan sirna sudah seiring dengan roda-roda kereta yang semakin sering bergesekan di rel, hingga di suatu titik saya tersadar sesuatu yang tak ada dalam list jadwal acara rally foto ini. Yaitu tidak adanya penjemputan atau titik kumpul dari Kota Jogja ke Jatimulyo.
ALAMAAAAAK! Teriak saya dalam hati. Ternyata berangkat sendiri-sendiri! Huaaa bagaimana ini!
Kebayang lah paniknya saya saat itu sambil memandangi layar handphone. Bagaimana bisa saya yang biasanya detail soal perjalanan, tak menyadari bahwa tidak ada penjemputan dari Jogja menuju Jatimulyo secara bersama-sama. Bagaimanaa ini???!!
Saya menarik nafas untuk menenangkan diri sejenak dan mencoba menanyakan pada beberapa teman mengenai rute dan cara keberangkatan dari Jogja ke Jatimulyo. Rupanya perjalanan yang saya sebut sebagai “Lillahi ta’ala trip” ini benar-benar jadi Lillahi ta’ala alias saya berserah saja sama Allah berangkatnya besok Jumat sama siapa hahahaha.
Pertanyaan ke Mas Kelik yang di Jatimulyo, Ikmal, Ratih, dan Mas Raden pun akhirnya terjawab saat ada info mengenai Mas Febri dari Kanopi yang juga akan berangkat motoran dari Jogja pada hari Jumat. Alhamdulillah! Seru saya dalam hati. Saya kembali bersandar pada bangku kereta dan bisa kembali memandangi langit biru di luar sana dengan hati lega.
Jumat, 15 Desember 2023
Setelah menaiki ojek online dari penginapan menuju kamp Biolaska, saya mbonceng Mas Febri menuju Desa Jatimulyo. Waktu tempuh dengan motor adalah satu jam. Saya berdoa semoga tulang punggung saya yang skoliosis ini tetap mampu menyangga tanpa pegal-pegal hahah. Waktu Mas Febri bilang, “Setengah jam sih bisa ke sana.” Saya langsung menjawab, “Jangaaaaan.” wkwkwkw takut ngebuts.
Selama perjalanan, langit cerah sekali. Saya bahkan bisa melihat puncak gunung merapi dari kejauhan dan juga gunung lain yang saya nggak tahu apa. Pas tanya sama Mas Febri katanya itu gunung merbabu, juga kemudian sindoro dan sumbing. Huaaa…. ingin rasanya saya mau minta tolong Mas Febri berhenti dulu buat bikin video atau foto gunung tapi karena itu hari Jumat dan mengejar shalat Jumat yo wess saya nggak berani request hehehe.
Sekitar pukul 11 lewat kami pun sampai di Desa Jatimulyo, tempat yang sudah dirindukan. Beberapa peserta juga baru datang dan mulai meramaikan bangku spot foto favorit di Kopi Sulingan. Registrasi peserta dimulai pukul 2 siang dan setiap peserta mendapatkan name tag juga kaos berwarna hijau. Kali ini peserta juga dibagi ke dalam kelompok dan juga homestay untuk tempat menginap namun bebas untuk mengambil spot foto burung di mana saja selama masih dalam peta wilayah. Sesi lomba akan dilaksanakan secara resminya hingga hari Minggu, namun biaya yang sudah didaftarkan memang sejak Jumat hingga untuk hari Sabtu saja. Sehingga peserta yang extend ingin mengambil spot sampai hari Minggu tidak ditanggung lagi oleh panitia untuk homestay dan biaya penginapannya.
Sesi pembukaan dibuka dengan tari-tarian dari para pemudi desa Jatimulyo dan juga mini talkshow dari pembicara yaitu Mas Anang Batas, Mas Kelik dari Desa Jatimulyo, Mas Inas selaku salah satu juri, juga perangkat desa dari Jatimulyo.
Setelah itu acara bebas dan makan bersama, peserta kembali ke homestay masing-masing dan beristirahat untuk melakukan sesi lomba esok harinya.
Sabtu, 16 Desember 2023
Sesi lomba dimulai dan peserta yang sudah terbagi ke dalam kelompok menuju spot-nya masing-masing meski kemudian bebas untuk mengeksplorasi berbagai tempat dengan syarat tidak merusak kebun dan pekarangan warga juga menjunjung tinggi kode etik konservasi burung.
Saya yang satu kelompok sama Ikmal bertekad untuk mengikuti Ikmal ke mana aja hahahaha. Yha gimana saya kan suka salah belok nyasar sana-sini meski di tengah kebun banyak pohon-pohon tetap saja judulnya nyasar. Dan lagi Ikmal sudah hafal berbagai wilayah yang diperkirakan terdapat burung-burungnya jadi intinya udahlah ngikut aja.
Rupanya kami akan menunggu burung pijantung. Kami menunggu di spot yang aman tertutup pohon-pohon, menyiapkan tripod dan posisi. Nun di depan kami ada spot berupa pohon pisang dan jantung pisang yang menjadi tempat makan burung pijantung. Lama nian kami menunggu. Kesabaranku yang setipis tissue diingatkan Ikmal dengan dua kata: “Sabar, Mbak.”
Baik.
Sambil menunggu tentu saja saya bikin konten sekalian selama pengamatan. Dan ternyata kemudian mulai terdengar suara burung pijantung. Kami bersiap, namun kemudian gerakan saya yang sontak berdiri secara mendadak sepertinya mengejutkannya sehingga si burung kembali terbang. Aduh.
Kami terus menunggu lagi dan benarlah si burung pijantung kecil ini hinggap dan menghisap sari di jantung pisang. Bunyi shutter kamera dari Ikmal terus menerus berturut-turut terdengar, begitu juga dengan saya meski masih dengan gelagapan. Setidaknya sudah ada yang bisa dijepret, begitu bisik saya dalam hati.
Kami menunggu lagi hingga waktu makan siang tiba dan kami pun harus kembali ke titik kumpul untuk makan siang bersama. Makan siang bersama kelompok yang terasa sangat nikmat dengan menyantap nasi yang dibungkus daun jati, juga lauk pauknya. Bungkusan alami makanan yang terbuat dari nyiur bahkan bisa dibalik dan digunakan sebagai seolah-olah meja berkaki. Setelah itu istirahat shalat dzuhur dan duduk sejenak di Kopi Sulingan.
Di sesi kedua setelah shalat itu rasanya punggung saya sudah nggak bisa diajak mblusuk2 yang susah-susah, sehingga akhirnya saya memutuskan untuk tidak lagi mengikuti Ikmal dan memutuskan jalan sendiri saja ke spot jalur belakang yang melewati bird hide. Saya duduk saja di tengah jalur dan menunggu burung lewat hingga berakhir dengan mengejar kupu-kupu saja.
Hingga sore mbuh burung yang berhasil saya dapat apa lagi. Pasrah saja dengan lomba kali ini hehe. Yang penting kan bisa pengamatan dan bertemu kawan-kawan pengamat. Sudah itu saja. Malamnya saya turun kembali ke Jogja. Terima kasih kepada seluruh panitia dan juga kawan-kawan pengamat. Salam konservasi!