Friday May 17, 2024

Bepergian ke Malang dengan kereta (2017)

Kami saat itu masih menimbang apakah akan berada di Malang pada pekan ke-3 atau pekan terakhir bulan Oktober. Ketika pada akhirnya, kabar sudah diterima dari Birdpacker bahwa pengamatan burung lebih baik dilakukan pada 21 Oktober, maka menjelang pekan ke-3 kami pun akhirnya memesan tiket kereta.

Sebenarnya waktu itu saya masih berharap ada tiket promo pesawat ke Malang. Sayangnya nggak ada huhuhu. Rata-rata harga tiket pesawat ke Malang mulai dari Rp600.000 -an. Sementara kami bertiga itu kan super-backpacker banget, jadi akhirnya kami pesan tiket kereta yang waktu tempuhnya 15 jam! 😅. Ini adalah pengalaman baru bagi A, rekor naik kereta terlama sebelumnya masih dipegang selama 8 jam saat menuju Purwokerto tahun 2016 lalu saat usianya baru satu setengah tahun.

Untuk menuju Malang, kami sekalian beli tiket berangkat dan pulang alias round trip. Saat berangkat kami akan menaiki kereta Majapahit sementara ketika pulang kami akan menaiki kereta Matarmaja. Masing-masing harganya sama yaitu Rp 100.000. Hal yang bikin bingung sebenarnya pas bagian pilih bangku. Saya nggak ngerti blas sama pemilihan bangku via app itu.

Dalam aplikasi, saya sudah menentukan gerbong dan nomor bangku. Waktu itu katanya pilih bangku yang ganjil supaya menghadapnya sesuai dengan laju kereta, jadi nggak berasa jalan mundur. Eh pas lagi pilih itu karena bingung dan ada batas waktu dalam aplikasinya (cuma sekian menit), tiba-tiba muncul tulisan kalau saya terlalu lama sehingga bangku akan dipilihkan. Panik langsung! Yo wess nggak pa-pa deh. Tinggal berdoa aja semoga nggak kepisah-pisah sama Abang karena A kan masih dipangku, belum duduk sendiri.

Hari Kamis tanggal 19 Oktober sore pun akhirnya kami berangkat diiringi hujan deras. Saya dan A berangkat terlambat dari rumah menggunakan taxi online. Kami lalu bertemu Abang di jalan dan sepanjang jalan kami gelisah karena kereta akan berangkat pukul 6.15 sore sementara jalanan macet sekali. Hueee…. saya sudah nggak konsen ditanya segala macam sama A. Sibuk mikir telat dan sebagainya.

Syukurlah tiket kereta sudah dicetak oleh Abang dua hari sebelumnya sehingga kami bisa langsung ngacir ketika tiba di stasiun nantinya, tapi kalau nggak keburu gimana huaaa.. Menjelang pukul 6 dan melewati RSCM jalanan sudah lebih lancar dan akhirnya bapak supir ngebut ke stasiun.

Kami akhirnya sampai pukul 6 lewat sedikit. Udah lari-lari dan hampir kelupaan ngeluarin KTP jadi pas ditanya petugas jaga saya nyari-nyari KTP di dalam tas sambil panik. Ketika pada akhirnya kami masuk ke gerbong kereta rasanya sayah mau nangis terharu huhuhu. Masalahnya, kalo sampe ketinggalan gimanaaa 😖😭.

Saat memesan tiket saya memilih bangku dengan nomor ganjil dan Alhamdulillah bangkunya beneran dapat yang menghadap ke depan alias sama seperti laju kereta. A pun mulai bertanya ini itu di bangku kereta dan meminta jalan bolak-balik di sepanjang lorong. Pukul 9 malam ia sudah ngantuk namun sempat menolak tidur di bangku kereta. Namun menjelang pukul 9.30 akhirnya ia menyerah dan tertidur.

Karena usia A yang memang masih di bawah 3 tahun maka ia belum membeli tiket kereta, namun setelah sudah merasakan langsung sepertinya akan lebih baik kalau beli tiket aja ya hehe. Karena oleh A, berulang kali Abang nggak boleh duduk di bangku. Jadilah A tidur selonjoran di bangku sementara Abang mondar-mandir doang dan sesekali tidur sambil duduk di lorong terus disuruh minggir orang huhu. Kali ini hemat dulu lah, habis tiga tahun pokoknya beli tiket. Kasian bapakmu, Nak!

Penumpang di depan kami rupanya dua mahasiswa yang sibuk sekali. Sepanjang perjalanan mereka membaca buku, menulis sesuatu, lalu tidur, makan, membaca buku lagi, dan membaca, dan membaca! Jaket yang dikenakan terdapat lambang makara UI. Akhirnya saya bertanya dan ternyata mereka dalam perjalanan ke Malang juga dan hendak mengikuti lomba di Universitas Brawijaya. Pantesan belajar mulu.

Menjelang pagi hari, A terbangun dan mulai bertanya ini itu. Syukurlah kami naiknya kereta malam, lha wong sisa perjalanan 4 jam lagi aja dia bertanya terus menerus kenapa nggak nyampe-nyampe, apalagi kalau naik kereta siang 15 jam?! Bisa jungkir balik dia di kereta.

Saat itu A juga baru saja lulus toilet training meski sesekali saat tidur masih kelepasan ngompol. Karena itulah saya tetap memakaikan popok sekali pakai padanya, eh saat pagi hari ternyata popoknya tetap bersih.

Ketika tiba di stasiun Malang, saya pikir akan menjumpai tulisan besar-besar STASIUN MALANG seperti waktu tahun 2008 dulu. Ternyata malah tidak ada. Kami turun dari kereta, menyusuri peron, menuruni tangga, lalu tiba di pintu keluar stasiun. Begitu saja. Di dekat pintu keluar itu, barulah terlihat peta kota Malang dan info penting lainnya bagi pejalan yang baru sampai.

Saat pulang, kami juga mengulangi lagi adegan terburu-buru dari Museum Angkut menuju penginapan! Syukurlah jalanan tidak padat sehingga saat tiba di stasiun masih ada waktu 1 jam sebelum kereta berangkat.

Kami menaiki kereta Matarmaja dengan nomor ganjil juga namun mendapat bangku yang mundur alias berlawanan dengan laju kereta. Kereta Matarmaja rupanya juga lebih ekonomis alias bangkunya lebih sempit dan duduknya bertiga, bukan berdua seperti kereta Majapahit. Maka di sini lah baru berasaaaa banget emang harus pesen bangku tambahan kalau bawa bocah qiqiqiqiqi.

Saya sudah sempat senang-senang gitu si Mbak mahasiswa sebelah yang ramah bakalan turun di Semarang dan bukan di Jakarta, saya membayangkan bakalan selonjoran kaki dari Semarang sampai stasiun Senen. Eh, ternyata baru aja si Mbak turun, ada penumpang lagi yang naik. Lalu pukul sekian dini hari juga si Mas turun, eh ada lagi yang naik! Sementara saya memangku A semalaman dan sulit bergerak karena posisi yang tidak luas. Esok harinya saat tiba di stasiun Senen kaki saya pun bengkak.

Berikut beberapa tips saat menaiki kereta bersama anak dengan waktu tempuh yang lama:

  1. Pesan tiket jauh-jauh hari supaya masih bisa memilih bangku dan tidak terpisah dengan keluarga lainnya.
  2. Buat daftar perlengkapan yang harus dibawa agar tidak ada yang tertinggal
  3. Pisahkan barang-barang yang frekuensi dipakainya lebih sering dalam tas terpisah atau di kantong tas paling atas agar mudah mengambilnya saat dibutuhkan.
  4. Berangkat menuju stasiun sedini mungkin supaya nggak ada adegan lari-lari kaya saya!
  5. Bawa makanan ringan dan susu kotak untuk mengganjal perut si anak. Karena biasanya anak akan lebih mudah cranky jika perutnya lapar ataupun mengantuk.
  6. Untuk makanan berat kami membawa rendang. Alasannya supaya lebih hemat karena tidak perlu membeli makan di kereta dan pilihan jatuh pada rendang karena tahan lama dan tidak mudah basi. Juga tentu saja karena kami bertiga doyan! Kami pun membawa nasi dalam kotak makan, lalu makan malam secara bergantian sambil juga menyuapi A. Lumayan mengirit Rp 30.000 per porsi untuk nasi goreng yang dijual di kereta.
  7. Jangan lupa membawa mainan kesukaan maupun buku favorit si anak supaya ia tidak bosan. Sesekali ajak ia berjalan di sepanjang lorong kereta. A malah sempat meminta pindah gerbong, tapi begitu kami melewati gerbong satu menuju gerbong lain, ia meminta balik lagi karena malu.
  8. Jika si anak sudah melewati tahap toilet training, maka semangati ia untuk melanjutkan kemampuannya pipis di toilet. Meskipun itu akan membuat anak dan orangtua bolak-balik ke toilet. Ketika ia sudah menunjukkan kebisaan untuk bilang mau ke toilet, jangan dipatahkan dengan berkata,”Pipis aja di sini, kan kamu pakai popok.” Memakaikannya diapers saat itu hanya untuk antisipasi anak yang masih suka ngompol saat tidur, bukan memfasilitasinya supaya tidak repot bolak-balik. Saya saat itu jadi terharu sekali karena meski harus bolak-balik berjalan dan berada di toilet dalam kondisi kereta yang bergoyang-goyang, A tetap setia mengajak saya ke toilet.

Pada akhirnya A berhasil melewati perjalanan naik kereta selama 15 jam. Ini menambah daftar pengalaman dan proses belajar kami setelah ia sebelumnya menaiki perjalanan darat via mobil, laut, dan udara. Terima kasih, Nak sudah mengajari kami banyak hal dalam perjalanan.

Yulia

Pengamat tumbuhan, burung, dan kupu-kupu amatir, ibu dua anak, penulis, pustakawan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to Top